Blogger news

Pages

Senin, 27 Januari 2014

Habib Ali Kwitang : Pejuang dan Penggerak Maulid Nabi  di Nusantara



Suatu malam rumah Habib Ali Kwitang diketuk seseorang yang bermaksud mengundang untuk acara selamatan sekaligus Maulidan. Kali ini beliau sedang kurang enak badan dan dalam keadaan akan tidur.
“Tolonglah, Habib, jamaah sudah berkumpul di tempat saya. Sementara ustadz kampung saya yang sedianya memimpin acara itu berhalangan hadir.” Mendengar penuturan yang memelas itu, beliau segera mengajak sang pengundang untuk berangkat.
            Letak rumah pengundang itu ternyata di kawasan kumuh dekat rel kereta api. Habib Ali memimpin pembacaan Maulid dan menyampaikan taushiyah. Betapa senangnya sang tuan rumah dan para tamu, acara sederhana mereka ternyata dihadiri ulama ternama nan kharismatik dari Jakarta.
            Kemudian tibalah acara penutup, yakni makan bersama. Hidangan malam itu adalah nasi putih hangat dengan lauk belut goreng. Habib Ali pun tertegun. Ia tak suka belut. Tapi ia tak ingin mengecewakan tuan rumah, yang tentu sudah bersusah-payah menyiapkan makanan itu. Maka Habib berkata, “Wah, menunya lezat sekali. Saya jadi teringat istri dan anak-anak saya. Maaf, Pak. Bolehkah makanan ini dibungkus dan saya bawa pulang agar saya bisa menikmatinya bersama keluarga?” Tuan rumah yang mengira Habib Ali menyukai belut segera membungkusnya untuk dibawa pulang.
            Esok harinya,

KH. As’ad Syamsul Arifin : Kiai yang Gigih Membangun Agama dan Bangsa



Asembagus, 1 Sya’ban 1410 H.

... Sampai waktu acara hiburan. Grup hadrah dari Madura tampil dengan “kostum” jas hitam, peci hitam, dan sarung bercorak terang menyala. Sangat lucu. Mereka mendendangkan kasidah pujian kepada Nabi Muhammad Saw. yang mereka padukan dengan gerakan-gerakan penghormatan bersahaja. Saya mbatin, “Wah, ini ditampilkan di TIM pun, saya kira tidak malu-maluin.”

Saya benar-benar bisa menikmati sajian tradisional pesantren ini. Tapi hanya sebentar. Saya mendengar isak tangis. Saya toleh; ternyata Kiai As’ad terguguk-guguk menangis, sambil berulang-ulang melontarkan semacam takbir atau salam kepada junjungannya, junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. Seolah-olah sang nabi ikut rawuh di tengah-tengah majelis. Air mata beliau berlelehan, meskipun sesekali diusap dengan sapu tangan beliau yang lusuh. Saya melihat suatu kerinduan aneh oleh sesuatu yang melampaui penghayatan.


Demikianlah A. Mustofa Bisri memberikan potongan kesaksian dalam sebuah tulisan di majalah Warta sekitar September 1990 tentang ulama besar ini. Jika dibaca utuh, maka dari kesaksian itu tergambar, betapa beliau adalah seorang kiai sepuh yang sederhana, berwibawa, kebapakan, akrab, humoris, lembut, dan berjiwa seni tinggi. Siapakah beliau?

BID'AH SESAT DAN BID'AH NIKMAT Bag III



Ini kajian terakhir tentang bid'ah dari dua tulisan sebelumnya,selamat membacanya.
Pendapat Beberapa Ulama dalam membagi bid’ah
  1. Imam Nawawi dalam kitabnya Tahdzib al asma’ wa al lughot, jilid 3, hal 22, mengatakan :
Bid’ah terbagi menjadi dua hal, yang hasanah (baik) dan yang qobihah (buruk)”
   2.    Al Hafizh ibn al ‘Arabi al Maliki
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar al ‘Arabi al Maliki, seorang pakar hadis yang bergelar al Hafizh, mufassir dan pakar fiqh dalam madzab Imam al Maliki. Dalam kitabnya ‘Aridhat al Ahwadzi Syarh Jami’ al Tirmidzi jilid 10 halaman 417, mengatakan:“Umar berkata,

Bergembira Atas Rahmat-Nya




Bulan Rabiul Awwal kita banyak menyaksikan di belahan dunia Islam, kaum muslimin memperingati Maulid, kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan cara yang mungkin beraneka ragam. Tetapi tetap pada satu tujuan, yaitu memperingati kelahiran Kanjeng Nabi mereka dan menunjukkan rasa suka-cita dan bergembira dengan kelahiran Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak terkecuali di negara kita Indonesia, di kota maupun pelosok desa, sebagian masyarakat begitu antusias mengadakan peringatan tersebut.