Seorang pedagang
kurma di Mesir bernama Athiyah bin Khalaf mengalami kesuksesan dan harta
bendanya melimpah ruah. Namun dalam kekayaannya itu ia tetap tekun beribadah
dan makin banyak bersedekah di jalan Allah. Karunia Allah yang diterimanya
tidaklah menambah kecuali ketakwaannya, kecintaannya kepada Allah dan
Rasulullah SAW juga makin meningkat.
Tetapi sepertinya Allah ingin
menguji keimanan dan ketakwaan Athiyah lebih lanjut, tiba-tiba saja usahanya
mengalami kemunduran, pelan tetapi pasti ia menjadi bangkrut sehingga tidak
memiliki apapun kecuali rumah dan sekedar pakaian yang dipakainya itu. Untuk
makan sehari-harinya ia harus berusaha pada hari itu juga, bahkan tidak jarang
ia tidak memperoleh apapun untuk dimakan. Namun
dalam keadaan yang seperti itu,
ia tetap bersyukur kepada Allah, karena dengan tidak adanya kesibukan mengurus
perniagaannya, ia mempunyai waktu lebih banyak untuk beribadah kepada Allah.
Pada suatu hari Asyura, yakni
tanggal 10 Muharam, setelah mengerjakan shalat subuh Athiyah langsung
beri’tikaf di masjid Amr bin Ash, salah satu masjid bersejarah di Mesir yang
dibangun oleh sahabat Nabi SAW, Amr bin Ash ketika ia menjadi gubernur di sana.
Pada hari-hari biasa masjid ini tidak pernah (tidak boleh) dimasuki oleh kaum
wanita (untuk saat itu), tetapi khusus pada hari Asyura mereka (kaum wanita)
diijinkan i’tikaf di sana
untuk bisa berdoa dan memperoleh kebaikan (pahala) pada hari mustajabah
tersebut. Athiyah mengambil jarak agak jauh dengan para wanita tersebut.
Setelah merasa cukup i’tikaf dan
berdoa, ia keluar dari masjid untuk pulang. Tetapi belum jauh berjalan, ia
dihampiri seorang ibu dengan beberapa anaknya yang juga baru keluar dari
masjid. Sang ibu berkata, “Wahai tuan, saya meminta atas nama Allah, tolonglah
untuk bisa memberi makanan pada anak-anak yatim ini. Saya ini seorang syarifah
yang belum lama ditinggal wafat suami saya tanpa meninggalkan harta apapun.
Sudah tujuh hari saya berada di sini tanpa mengenal siapapun, dan baru hari ini
saya keluar untuk mencari makanan bagi putra-putra saya ini…!!”
Mendengar permintaan wanita syarifah
(keturunan Nabi SAW) itu, Athiyah berkata di dalam hatinya, “Aku tidak
mempunyai apapun yang bisa kuberikan kepada wanita ini, kecuali pakaian yang
kupakai ini. Sekiranya aku buka disini untuk kuberikan, maka akan terbuka
auratku, tetapi jika aku menolak permintaannya, bagaimana aku akan
mempertanggung-jawabkan sikapku ini kelak di hadapan Rasulullah SAW??”
Sejenak tenggelam dalam kebimbangan,
akhirnya Athiyah berkata, “Marilah ikut ke rumahku dan saya akan memberi
sesuatu kepada kalian!!”
Mereka berjalan beriringan, dan
ketika sampai di depan rumahnya, ia meminta wanita itu menunggu sesaat di depan
pintu rumahnya. Setelah masuk rumah, ia melepas semua pakaian yang dipakainya
dan memberikannya kepada waniat syarifah tersebut dari balik pintu, yakni
dengan membuka sedikit pintunya dan mengulurkan tangannya. Ia berkata, “Juallah
pakaian ini, dan gunakan uangnya untuk membeli makanan bagi anak-anakmu!!”
Wanita
itu sangat bergembira dengan pemberiannya itu, dan serta merta berdoa, “Semoga
Allah memberikan kepada tuan pakaian dan perhiasan dari surga, dan semoga
setelah hari ini, tuan tidak lagi berhajat (memerlukan) kepada orang lain!!”
Athiyah
sangat gembira dengan doa wanita tersebut dan mengaminkannya. Ia mencari kain
sekedarnya yang masih ada di rumahnya, walau mungkin tidak sepenuhnya bisa
menutup auratnya sehingga ia tidak mungkin keluar rumah lagi. Ia hanya
berdzikir dan shalat di dalam rumahnya, dan menutup pintunya untuk tidak
menerima tamu dengan keadaannya seperti itu.
Pada malam harinya, ketika ia tertidur karena terlalu larut dalam
dzikirnya, ia bermimpi didatangi oleh seorang wanita yang sangat cantik
layaknya seorang bidadari, tidak pernah ia bertemu dengan wanita secantik itu.
Wanita itu, yang ternyata memang seorang bidadari, membawa sebuah apel, yang
kemudian menyerahkan kepadanya. Setelah Athiyah membuka (membelah)-nya,
ternyata keluar pakaian dan perhiasan yang sangat indah dari dalamnya. Sang
bidadari memakaikan pakaian dan perhiasan itu kepada Athiyah kemudian ia duduk
di pangkuannya.
Antara kaget dan senang,
Athiyah bertanya, “Siapakah engkau ini??”
Bidadari itu berkata, “Aku
adalah Asyura’, istrimu kelak di surga!!”
Athiyah berkata lagi,
“Sepertinya aku tidak mempunyai amalan yang istimewa, dengan amalan apakah aku
memperoleh karunia yang sebesar ini??”
Bidadari itu berkata,
“Berkat doa dari wanita janda dan anak-anak yatimnya yang engkau tolong kemarin
itu!!”
Seketika itu Athiyah
terbangun, ia masih di dalam rumahnya yang gelap dan pakaian (kain)-nya yang
seadanya, tetapi bau harum pakaian dan bidadari dari surga itu masih menyebar
di sekelilingnya. Ia sangat gembira dengan mimpi yang begitu nyata
dirasakannya. Ia segera berwudhu dan shalat dua rakaat, kemudian berdoa, “Ya
Allah, bila mimpiku itu memang benar dari sisi-Mu, dan Asyuraa’ itu memang
istriku di surga, maka segerakanlah kematianku, ambillah ruhku sekarang juga!!”
Usai berdoa itu, tubuhnya
jatuh terkulai ke atas sajadahnya, dan ruhnya terbang ke hadirat Allah SWT
dengan mulut tersungging senyum.
0 komentar:
Posting Komentar