Tak terasa perjalanan hidup kita di dunia ini telah berjalan lama
dengan berbagai macam cerita dan kesan yang mendalam. Bagi kita yang sudah tua
tentu bisa membayangkan kembali bagaimana imut dan lucunya masa kanak-kanak, manisnya
masa remaja kita dulu. Bagi kita yang masih
remaja tentu masih terbayang segar dalam ingatan masa kanak-kanak kita dan
bayangan akan masa tua kita sudah mulai tersketsa berjudul cita-cita. Dari
sekian waktu perjalanan hidup kita tentu ada masa di mana kita dalam kondisi
yang luar biasa, baik fisik maupun psikis. Kebanyakan orang menyebutnya masa “Pemuda”, masa antara anak–anak ke
dewasa.
Ada pengibaratan menggunakan filosofi jari tangan untuk
menggambarkan perjalanan hidup ini. Kita memiliki 5
jari di tiap tangan, di mana kelimanya memiliki filosofi
yang berbeda, yaitu:
- Jari Kelingking
Secara fisik normal jari kelingking adalah jari paling kecil di antara
jari-jari lainnya. Ia tidak pernah dilibatkan, bahkan dilarang, dipergunakan untuk
mengangkat beban berat. Barang yang diangkat
dengan jari kelingking tentu dianggap barang ringan. Jari ini juga enak dan sering menggelitik, misal menggaruk lubang hidung dan telinga. Itulah gambaran masa
kanak-kanak kita yang selalu “dimanja” dan tidak diberi beban berat.
- Jari Manis
Dalam penampilannya jari ini memiliki bentuk yang paling “manis” di antara jari lainnya.
Di jari ini biasa
diletakkan simbol keindahan (cincin). Inilah gambaran masa peralihan anak-anak menjadi remaja atau istilahnya ABG (Anak Baru
Gede)
- Jari Tengah
Selain tempatnya di tengah, jari ini pada umumnya juga paling tinggi di antara
jari-jari yang lain. Ini memiliki makna
bahwa pada fase inilah kita harus berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan potensi untuk
berbuat dan berkarya yang terbaik menggapai prestasi setinggi mungkin.
- Jari Telunjuk
Sesuai dengan namanya jari ini memiliki fungsi sebagai penunjuk. Ini menggambarkan peran yang akan kita tempuh dalam hidup
bermasyarakat, apakah kita bisa berpengaruh/mempengaruhi (memimpin) baik bagi diri, keluarga maupun
kelompok masyarakat. Atau bahkan sebaliknya.
- Jari Jempol / Ibu Jari
Selain paling besar, jari ini juga identik
dengan sebuah apresiasi baik atau buruk. Pemberian apresiasi baik tentu dengan diacungkan secara tegak (C), sedangkan buruk diacungkan secara terbalik ( D ). Ini menggambarkan tujuan akhir hidup
kita apa nanti kita bisa baik (husnul khatimah) atau malah buruk (su’ul khatimah). Na’udzubillah.
Pemuda adalah masa pengenalan jati diri, peralihan
antara jari manis ke jari tengah. Jika masa di jari manis terlalu dan terlena dengan
kemanisan dunia, tentu akan sangat berpengaruh dalam meraih masa
depan. Tentunya juga akan berpengaruh
atas pendewasaannya. Oleh karena itu, sebagai pemuda dan pemilik masa muda, maka kita perlu permanis setampan mungkin masa muda ini dengan akhlaqul karimah dan
tidak sekali-kali menyia-nyiakan kesempatan masa
muda ini.
Manusia memang bertabi’at pelupa. Dan itu karakter manusiawi yang dititipkan oleh sang Pencipta bagi mahluk-Nya. Ada dua nikmat besar yang sering
terlupakan oleh manusia yang suatu ketika pernah di sampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada para sahabatnya. Mereka tersentak kaget mendengar perkataan Nabi seperti itu. Serentak para sahabat bertanya, ”Apa dua nikmat besar yang
sering terlupakan itu, ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Dua nikmat yang kebanyakan dari manusia tertipu
dengan keduanya yaitu sehat dan sempat.” (HR.
Bukhari)
Sering kita merasakan bahwa nikmat sehat baru kita
sadari ketika kita sakit, bukan hanya sakit yang parah atau kronis, bahkan yang
ringan dan kecilpun sangat mempengaruhi aktivitas kita. Pada saat didera sakit
seperti itu terasa benar betapa nikmatnya jika sehat. Dan tentu ada hikmah luar
bisa di balik sakit jika kita pandai mengambilnya. Ada ampunan dan pengabulan
doa di tengah sakit, tentu bagi mereka yang pandai bersyukur.
Nikmat yang kedua ini juga sangat jarang kita
sadari. Apalagi bagi kita yang tidak sadar akan hakekat kehidupan yang hanya
sesaat. Sering kita terlena
dengan angan-angan sehingga menyepelekan kesempatan dengan membuangnya begitu
saja. Ada sebuah cerita dari Imam al-Ghazali. Suatu saat beliau mengajar santrinya dan bertanya kepada mereka, ”Gerangan apakah yang paling jauh dari kita?” Para santri menjawab
langit, planet, kutub utara, kutub selatan, dan sebagainya. Imam
al-Ghazali menerangkan bahwa sejauh-jauhnya kutub, langit, planet, angkasa, dan sebagainya masih bisa ditempuh dan diukur. Bahkan surga dan neraka pun suatu saat akan dituju. Justru yang paling
jauh dengan kita hingga bahkan sampai kapanpun kita tidak bisa lagi ke sana adalah masa lalu. Waktu yang telah kita lalui. Dan apa yang
paling dekat dengan kita? Yang paling dekat dengan kita tidak lain maut, karena jarak dan waktu datangnya tidak kita
ketahui dan pasti kita akan sampai kesana.
Bukankah Allah sering mengingatkan melalui sabda Rasulullah Muhammad Shallallahu ’alaihi wasallam, “Ambillah
lima perkara sebelum (datangnya)
lima perkara: [1]
Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu
sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu
sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim).
”Kesempatan tidak datang dua kali” begitu kata
pepatah. Ini bisa kita jadikan semangat untuk berkarya sebaik mungkin meraih
sukses dunia akhirat semenjak masa
muda kita. Semoga kita
termasuk pemuda dan pemilik generasi muda yang cerdas (kayyis) yang mampu
memanfaatkan kesempatan dengan berbuat dan beramal, tidak hanya berorientasi pada dunia, tetapi amal yang hakiki
untuk bekal pada kehidupan setelah mati.
Wallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar